Selasa, 06 Oktober 2009

EVOLUSI INDUSTRI MUSIK ; CD Turun, Media Digital Dilirik

YOGYA (KR) - Dewasa ini telah terjadi evolusi dalam industri musik. Ini tidak saja terjadi di Indonesia, tapi juga di dunia. Sejumlah perusahaan major label gulung tikar. Begitu pula penjualan CD (Compac Disc) dan kaset turun drastis. Masyarakat atau penikmat musik lebih suka untuk mendownload dari internet.
Hal ini dikatakan Andika Prabhangkara, Produser Mixpro dalam bincang edisi ke dua acara ‘Clas IndieComm’ (Claser Independent Community) yang digelar, Selasa (2/7) di Griya KR, Jalan P Mangkubumi Yogya. Acara yang diselenggarakan rutin setiap bulan yang membincangkan soal ‘IndieIndo’ ini hasil dari kerja bareng dari Harian Kedaulatan Rakyat bersama GM Production disponsori Clas Mild dan didukung Radio Swaragama FM, Gong Musik Studio Member, Forum Band Jogja, Ours Band dan komunitas musik Band1t.Com. Bincang-bincang yang dipandu wartawan KR Wawan Isnawan dan MC Diaz Kaslina dari Radio Swaragama FM menghadirkan tampilan menarik live performance Kartos Band (Wonosobo), Komik Band dan Oh, Nina Band!
Sekarang ini, lanjut Andika, lebih banyak perusahaan yang melakukan penjualan secara digital misalnya lewat RBT (Ring Back Tone), download MP3 dan lainnya. Bahkan, dalam era digital seperti ini, siapapun bisa dengan mudah menikmati karya musisi hanya dengan mendownload internet. (Wan/R-1/Cil)-a

Makin hebatnya perkembangan industri sekarang, maka tidak menutup kemungkinan seorang artis dari Filipina misalnya, diproduseri produser dari Amerika.
“Sekarang ini orang sudah banyak meninggalkan Kaset dan CD. Terbukti penjualan kepingan CD di Indonesia turun drastis sampai dengan 50%, ini perkembangan yang tidak terduga dari dunia musik,” kata Andika. Meski demikian, Andika mengingatkan, kondisi seperti ini tidak menciutkan nyali musisi di Indonesia, khususnya di Yogya untuk terus berkarya. Bahkan jika jeli kondisi ini justru bisa dimanfaatkan musisi indie untuk mengembangkan diri.
Dikatakan Andika, keberadaan media digital seperti internet bisa dimanfaatkan antara lain dengan mengupload karya indie di tempat yang disediakan. Dengan begitu, tanpa harus mencetak CD, band indie siap untuk mencari penggemar. Selain itu band indie juga tidak boleh melupakan peran media massa. “Selama ini sekitar 70 persen orang tahu tentang karya indie dari radio, namun juga penting peran media cetak,” kata Andika.
Andika menegaskan, peluang pasar Indie sebenarnya sangat besar sekali. Mixpro yang konsen di band indie bahwa pangsa pasar di Jateng-DIY cukup potensial. Setiap tahun jumlah mahasiswa baru di Yogya bertambah 40 ribu orang. “Yogya pasar terbesar kedua dalam industri musik setelah Jakarta,” kata Andika. [(Wan/R-1/Cil)-a/www.kr.co.id]

Recording studio di Jogja menggeliat

JOGJA: Recording studio atau studio rekaman saat ini tak hanya dijumpai di Jakarta atau Bandung. Di beberapa kota, termasuk di Jogja, juga mulai bermunculan. Sebut saja Bridge, Studio Reds, Rock Star, White Horse dan banyak lagi.

Studio rekaman biasanya mempunyai spesialisasi musik tersendiri. Ada yang fokus pada dangdut, campursari, pop, atau rock. Namun studio Bridge yang berlokasi di Griya Perwita Asri, Ring Road Utara, itu tak memiliki spesialisasi.

Semua band dengan genre musik berbeda-beda bisa melakukan proses rekaman di studio itu. “Tapi grup band yang datang ke sini biasanya aliran pop atau rock alternatif ,” ujar Kenonus Hasianda, pemilik Bridge.
Perkembangan industri rekaman di Jogja, menurut Keno, sangat pesat, bisa dilihat dari banyaknya band indie baru yang merekam demo untuk lagunya. Puncak booming geliat rekaman para indie ini, kata Keno, terjadi khususnya saat digelar acara Dreamband yang digelar stasiun TV7 2004-2005 lalu.

“Waktu ada Dreamband itu kan seolah-olah ada jalur yang mendukung untuk bisa membuat band terkenal. Jadi banyak grup-grup baru yang ke sini untuk rekaman,” kenang alumni Universitas Atma Jaya jurusan Teknik Sipil itu.
Saat ini, meski tak seramai momen dreamband, semangat produksi dari indie band yang ada di Jogja masih sangat tinggi. “Kadang mereka tak rekaman langsung seluruh lagu dalam satu album, hanya satu dua lagu saja dan mematangkannya,” imbuhnya.

Hal hampir senada diungkapkan Ari Putro, operator Rock Star studio di Condong Catur. Intensitas produksi band indie pemula juga banyak mengandalkan jasa studio yang baru berdiri April 2008 lalu itu.

“Saya nggak mengira antusiasme band indie masih tinggi. Dalam sebulan ada 15-20 band mixing di sini,” tutur Ari. Pria berambut sebahu ini menganggap tingginya produktivitas band indie disebabkan kuatnya idealisme para indie di Jogja.

Meski produktivitas untuk mixing, baik demo atau produksi masih tinggi, kadang para indie kebingungan setelah produksi. “Produksi itu memang mudah, yang susah setelah itu,” kata Keno.

Baik Keno atau Ari menganggap, kebingungan setelah produksi ini disebabkan beberapa faktor. Pertama, minimnya industri label yang ada di Jogja. Kedua, rata-rata player di Jogja mahasiswa, sehingga waktu untuk pemasaran albumnya banyak terhambat.

“Keadaan yang mepet bisa menjadi seleksi alam yang menguji solid tidaknya suatu band. Kita bisa contoh itu dari Shaggy Dog, yang memulai semuanya juga dari ‘gerilya’. Hingga sekarang mereka solid luar biasa” kata Keno. (Pribadi Wicaksono)

ZONARADIO :: gaya hidup independen via media radio

Jogja kini telah tumbuh menjadi kiblat musik yang kuat di Indonesia, nyaris menyamai Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Beraneka aliran musik yang ada dan berkembang di kota tua ini makin menyemarakkan kekhasan seni yang hidup. Tak hanya mereka yang telah diterima label besar, gerilya musisi-musisi indie seakan juga tak pernah ada habisnya, mencoba eksis dengan kesetiaan idealisme seninya.

Demi menjaga kehidupan musisi indie itu terbentuklah Forum Band Jogja (FBJ), sebuah wadah yang fokus bagi pengembangan band-band indie Jogja. Malam kemarin, setelah kurang lebih delapan bulan mandeg, forum yang berdiri 26 Mei 2007 itu kembali menggelar acara di Ruang Cafe. “Ini acara perdana kami, setelah sempat vakum beberapa bulan kemarin, tepatnya setelah ulang tahun pertama pada 2008. Lewat acara ini kami ingin membangun silaturahmi antar-band indie di Jogja,” tutur Agusraka, koordinator FBJ.

Digiatkannya kembali FBJ ini, kata dia, agar musisi indie di Jogja tetap punya wadah dan kesempatan berekspresi. “Kami masih prihatin dengan kesempatan ruang dan waktu bagi musisi indie di Jogja. Banyak musisi dengan skill yang bagus tapi kesempatan mereka untuk tampil sedikit,” tambah alumni ISI yang juga pendiri Jogja Beatles Community itu.

Dominasi pasar yang kuat, yang telah menciptakan sistem seleksi ketat, membuat banyak band indie yang sebenarnya memiliki konsep musikalisasi baik jadi tersingkir jika tak sesuai permintaan pasar. “Masalahnya, ketika band-band indie itu tertolak, misalnya dalam suatu kompetisi pasar, ruang bagi mereka tak banyak. Lewat forum inilah kami bergabung, saling dukung untuk menguatkan band masing-masing, baik dari segi musik atau lainnya, seperti promosi, recording, dan pembuatan kontrak,” tambah Agus.

Untuk memperluas cakrawala dalam segala aspek musik, FBJ bekerja sama dengan beberapa pihak seperti pihak recording atau pihak yang paham tentang kontrak kerja dengan perusahaan rekaman. Acara malam itu diisi beberapa penampilan band indie, seperti Anonymou5ick, Safira, Fosfor, Gapai dan Kimnara. Yang terakhir disebut itu, lagu-lagunya banyak dibeli production house Jakarta untuk keperluan soundtrack sinetron. (Pribadi Wicaksono Harian Jogja)

Jogja Belong To Me

Titel Mini Album Jogja Belong To Me yang merupakan Hits single di Album Jogja Belong To Me, lagu yang di aransemen ulang pada formasi ketiga ini cukup banyak di dengarkan karena cukup meraik untuk dipahami liriknya ... dengan sentuhan distorsi Metalzone pada interlude lagunya cukup untuk dapat mengerti apa maksud dari lagu ini .... lagu yang bercerita tentang persahabatan 2 orang yang selalu seneng bareng ... susah bareng ... namun mereka tidak sempat mengucapkan selamat tinggal di akhir perjumpaan mereka hingga menyisakan sesal yang mendalam ... hanya ada kenangan yang tersimpan dengan saksi kota Jogja ... Jogja Belong To Me (Jogja Milikku) ... punya rasa memiliki kita ini ... ayo download lagu ini di .... http://www.4shared.com/account/file/133925231/4946ec8c/AnonyMou5icK_-_Jogja_Belong_To_me__LIVE_.html

BIOGRAFI


AnonyMou5ick yang berarti Anonymous ( Tanpa Nama ), Mousick ( Music ), dan Sick ( Sakit ) mempunyai arti “ Musik dari orang-orang yang tersakiti “ baik tersakiti oleh keluarga, Teman, Pacar, dan Para Aktor Intelektual serta para poliTIKUS KANTOR maka kami kelukurin semua rasa sakit hati kami ini lewat musik dan lagu-lagu sederhana dari kami.

AnonyMou5ick pertama kali terbentuk pada tanggal 05 Juli 2007, bermula dari pertemanan antara Adhen dan Ndick yang kemudian sepakat membentuk AnonyMou5ick. Awalnya, kami membawakan lagu-lagu nasional sebagai bentuk kecintaan kami kepada Negara Indonesia ini. Berawal dari formasi pertama dengan posisi Ndick (vocal), Adhen (guitar), Sukies (melody), Rorrie (bass), dan Andi (drum).

Namun formasi pertama kami tidak dapat bertahan lama, karena kesibukan masing-masing personil, AnonyMou5icK pun bubar, tetapi karena keseriusan Adhen dan Ndick dalam hal musik, maka kami sepakat membentuk kembali AnonyMou5icK dengan wajah-wajah baru Ndick ( Vokal ), Adhen ( Guitar ), Mumu ( Bass ), Ajad ( Guitar ), dan Nuri ( Drum ) mencoba untuk tampil dengan konsep baru, kini dalam aksi panggung kami mulai berani membawakan lagu-lagu ciptaan kami seperti Rapuh Jiwaku, Cerita Untukmu, Jogja Belong To Me, dll …

Tapi formasi kedua ini mengalami keretakan yang tanpa disadari semakin membesar hingga kamipun harus kehilangan dua personil kami Mumu dan Ajad yang mengundurkan diri tanpa memberikan alasan yang pasti, akhirnya kamipun mengadakan seleksi hingga pada bulan Juli 2009 kami menemukan formasi yang sejalan dengan kami. Formasi ketiga AnonyMou5ick, Ndick (vocal), Adhen (guitar), Nury (drum), Pian (guitar,lead guitar), dan inox (bass). Meski belum lama, namun kami merasa solid di formasi ketiga ini, Pian dan Inox pun mampu menyaingi kepiawaian Mumu dan Ajad dalam skill dan perform. Formasi ini melahirkan beberapa lagu baru diantaranya “Lihat sebelah mata, Bukan aku, Karikatur, dll”.

Aliran musik kami pun ga’ terlalu rumit, maklum kami memang kampungan dan pengetahuan musik kami rendah , serta kami hanya asal-asalan, tapi kami selalu berkarya sesuai dengan hati nurani kami, buat kami tu asyik maka kami kerjain, terserah orang mau bilang kami ga’ punya ciri khas, kami ga’ perduli, bagi kami suatu aliran music hanya akan membatasi karya kami. Maka kami ga’ mau terikat dengan hanya satu aliran musik karena pada dasarnya musik itu bebas dan kami suka akan kebebasan.